
A. Suryana Sudrajat
Judul: Why Nations Fail: The Origins of Power, Prosperity, and Poverty
Penulis: Daron Acemoglu dan James A, Robinson
Penerbit: Profile Books
Halaman: 556
ISBN: 978-1-8466-8430-2
Ini buku lawas terbitan 2012 yang masih menjadi rujukan dan bahan perdebatan sampai sekarang. Ditulis Acemoglu, ekonom keturunan Turki yang mengajar di dua universitas terkemuka, MIT (Amerika Serikat) dan LSE (Inggris), dan James Robinson, ekonom dan ilmuwan politik dari Inggris yang mengajar di Harvard University, Amerika Serikat. Buku ini ingin menjawab mengapa ada negara-negara yang rakyatnya hidup makmur, di satu pihak, sedangkan di pihak lain ada negara-negara yang rakyatnya berkubang dalam kemiskinan. Apakah karena faktor-faktor geografi, budaya, dan faktor kepemimpinan?
Dikatakan, misalnya, negara-negara kaya menjadi kaya karena mereka dianugerahi pemimpin yang tahu menyelesaikan masalah sedangkan negara-negara miskin tetap miskin karena mereka dipimpin oleh orang-orang yang tidak tahu cara menyelesaikan masalah. Argumen ini dianggap lemah karena sangat terpaku pada analisis individual pemimpin masing-masing negara.
Begitu pula dengan argumen geografi, yang tidak mampu menjelaskan mengapa Singapura yang berada di iklim tropis lebih makmur ketimbang Kazakhstan yang berada di iklim sejuk. Argumen budaya juga tidak mampu menjelaskan mengapa dua Korea (Korea Selatan dan Korea Utara) yang memiliki budaya yang sama tetapi memiliki kondisi kemakmuran yang jauh berbeda.
Menurut Acemoglu dan Robinson, jawaban atas pertanyaan itu terletak pada peran lembaga-lembaga politik dan ekonomi. Kedua ilmuwan ini membagi institusi politik dan institusi ekonomi ke dalam dua bentuk. Pertama, institusi politik dan ekonomi yang inklusif. Kedua, institusi politik dan ekonomi yang ekstraktif. Menurut mereka, negara dengan institusi-institusi politik dan ekonomi ekstraktif cenderung miskin, sedangkan negara-negara dengan institusi politik dan ekonomi yang inklusif cenderung kaya.
Acemoglu dan Robinson mendefinisikan institusi politik yang inklusif sebagai sebuah institusi yang tidak hanya menguntungkan segelintir elite yang berkuasa. Tetapi institusi yang membuka peluang kepada masyarakat dapat berpartisipasi aktif dalam proses politik. Institusi politik yang inklusif ditandai dengan adanya batasan terhadap elite penguasa melalui mekanisme checks and balances, serta adanya rule of law yang melindungi segenap warga negara.
Institusi politik yang inklusif, menurut Acemoglu dan Robinson akan menciptakan institusi ekonomi yang inklusif pula. Institusi ekonomi yang inklusif ini ditandai dengan adanya jaminan akan hak milik dan paten, kemudahan berusaha dan akses terhadap pasar yang terbuka. Selain itu, adanya dukungan negara untuk memberikan akses yang mudah terhadap pendidikan dan kesempatan yang sama bagi semua warga negara untuk berpartisipasi dalam kehidupan ekonomi.
Adapun dalam institusi politik ekstraktif, kekayaan akan diakumulasikan hanya untuk elite penguasa. Institusi politik yang ekstraktif ditandai dengan terkonsentrasinya kekuasaan politik di tangan segelintir orang tanpa adanya checks and balances, serta lemahnya rule of law. Institusi politik ekstraktif akan menghadirkan institusi ekonomi yang ekstraktif pula, di mana segala sumber daya digunakan untuk kepentingan elite penguasa.
Jika kita menggunakan teori yang dikemukakan Acemoglu dan Robinson, apakah negara kita sedang menuju ke arah kemakmuran, Indonesia Emas, atau justru sedang mengarah menjadi negara gagal?


