
Firdaus Badarusin *)
Dua puluh Oktober 2024 pemerintahan Prabowo – Gibran akan mulai menjalankan amanah yang diberikan rakyat untuk masa 5 tahun ke depan, khususnya untuk mewujudkan visi Indonesia Emas Tahun 2045.
Estafet kepemimpinan nasional akan diawali dengan beban berat, khususnya dalam bidang ekonomi. Pada kampanye pemilihan presiden tahun 2024, Prabowo-Gibran memberikan banyak janji yang pembuktiannya membutuhkan anggaran sangat besar, sementara beban utang yang sangat besar yang diciptakan pemerintahan presiden Jokowi selama 10 tahun pemerintahannya akan menjadi beban berat bagi pemerintahan Prabowo-Gibran, khususnya dalam pembayaran bunga yang tinggi dan cicilan pokok utang yang sangat besar. Selain itu dari sisi penerimaan negara terjadi pelemahan.
Dari data profil jatuh tempo utang negara yang bersumber dari Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risisko, Kementerian Keuangan, utang negara jatuh tempo pada tahun 2025 – 207 meningkatkan masing-masing mencapai Rp. 800,33 triliun pada tahun 2025; Rp. 803,19 triliun pada tahun 2026 dan Rp. 802,61 triliun pada tahun 2027 atau total Rp. 2.405,63 triliun (CNBC Indonesia, 24/07/2024).
RAPBN 2025 yang merupakan APBN tahun pertama pemerintahan Prabowo-Gibran memiliki nilai belanja Rp. 3.613,1 triliun dengan alokasi untuk belanja pemerintah pusat Rp. 2.693,2 triliun; transfer ke daerah Rp. 919,9 triliun; anggaran pendidikan Rp. 722,6 trilun; anggaran perlindungan sosial Rp. 504,7 triliun; anggaran kesehatan Rp. 197,8 triliun; anggaran ketahanan pangan Rp. 124,4 triliun serta pembangunan infrastruktur Rp. 400,3 triliun. (CNBC Indonesia, 16/08/2024). Belanja Rp. 3.613,1 triliun akan bertumpu pada penerimaan dari pajak sebesar Rp. 2.490,5 triliun (68,93%) yang sebagian besar barasal dari pajak penghasilan Rp. 1.209 triliun (48,54%) dan pajak pertambahan nilai barang dan jasa serta pajak penjualan barang mewah Rp. 945 triliun (37,94%), pajak bumi dan bangunan Rp. 27,1 triliun serta pendapatan cukai Rp. 244 triliun, pajak lainnya Rp. 7,7 triliun serta pajak dari perdagangan internasional berupa bea masuk Rp. 52 triliun dan bea keluar Rp. 4,4 trilun (CNBC Indonesia, 20/09/2024). Defisit anggaran sebesar Rp. 616,2 triliun (2,53% dari PDB) memaksa pemerintah untuk meningkatkan utang sebesar Rp. 775,9 triliun. (detikjatim, 19/8/2024)
Melihat kepada postur RAPBN 2025 tersebut, ruang fiskal pemerintah baru akan cukup sempit, khususnya akibat harus menanggung beban bunga dan cicilan utang yang sangat besar serta adanya program-program yang membutuhkan anggaran besar, seperti program makan bergizi gratis. Oleh sebab itu sepatutnya pemerintahan baru perlu berhati-hati dalam melangkah dan mengambil pelajaran dari ‘kesalahan’ pemerintahan Jokowi yang terlalu mengandalkan kepada utang untuk membiayai proyek-proyek yang membutuhkan anggaran jumbo tetapi tidak dapat menghasilkan dampak yang besar dalam jangka pendek.
Proyek IKN yang belum selesai dan akan terus membutuhkan pembiayaan yang besar untuk penyelesaiannya, rencana melanjutkan pembangunan kereta cepat Bandung – Surabaya dan proyek-proyek lainnya yang membutuhkan anggaran sangat besar namun tidak memberikan dampak yang nyata dalam percepatan pembangunan, khususnya menyangkut dampak multipliernya dan keberpihakan kepada kepentingan nasional patut disikapi secara bijak agar tidak menjadi beban keuangan negara yang maki berat dan membahayakan, khususnya bila krisis multi aspek melanda Indonesia.
Deindustrilisasi yang dialami industri nasional seharusnya mendapat perhatian besar dari pemerintahan baru untuk dapat diatasi, baik dalam rangka membangun kembali kekuatan industri nasional maupun dalam memperluas kesempatan kerja dan peningkatan daya beli masyarakat.
Daya beli masyarakat yang dari waktu ke waktu mengalami penurunan dan sektor industri yang melemah tidak patut untuk diperberat dengan membebaninya dengan tarif pajak, tarif listrik ataupun harga BBM yang makin tinggi.
Keberpihakan kepada rakyat dan industri nasional yang selama ini tarasa terabaikan sudah waktunya pemerintahan baru membuktikan bahwa pemerintahan kini berbeda orientasinya dari pemerintahan Jokowi. Kita tunggu dengan penuh harap bahwa pemerintahan yang baru bukanlah pemerintahan yang akan terus menerus menumpuk utang dan menjadikan itu beban bagi generasi penerus yang hak-haknya selama ini kurang mendapat perhatian.
*) Konsultan Keuangan dan Bisnis


