Skip to content
SALAKANAGARA INSTITUTE

SALAKANAGARA INSTITUTE

Yayasan Kajian Kemanusiaan dan Demokrasi

Primary Menu
  • BERANDA
  • TENTANG KAMI
    • PROFIL SALAKANAGARA INSTITUTE
    • PENGURUS SALAKANAGARA INSTITUTE
    • PENGELOLA WEBSITE
  • OASE
  • OPINI
  • FOKUS BANTEN
  • INFO SI
  • NEWSLETTER SI
    • EDISI 1
    • EDISI 2
  • FOKUS
  • INSIGHT
  • Home
  • FOKUS
  • Yang Tidak Memilih Diam Demi Kehati-hatian     
  • FOKUS

Yang Tidak Memilih Diam Demi Kehati-hatian     

SI 28 Juli 2024

A. Suryana Sudrajat

Masihkah  intelektual yang independen dalam menyampaikan gagasannya?

Itu  adalah pertanyaan Edward W. Said yang dilontarkan pada penghujung abad ke-20 lalu. Yang dia maksudkan ialah intelektual yang tidak mengindahkan afiliasinya dengan universitas yang   membayar gajinya, atau partai politik yang menuntut loyalitasnya sesuai garis partai, atau  think thank yang di satu sisi, menawarkan kebebasan dalam melakukan riset, tapi pada sisi lain berkompromi dalam menilai serta membatasi suara-suara vokal. 

Pada Said, intelektual bukan sebuah profesi yang bertujuan materiil belaka. Menurutnya intelektual bergerak bukan karena keuntungan tertentu atau imbalan. Tapi digerakkan oleh kepedulian dan rasa bukan oleh laba, kepentingan sendiri serta spesialisasi yang sempit.

Menurut Said pertanyaan tentang moralitas dan keadilan kerap dikesampingkan oleh kaum intelektual. Hal ini karena adanya hubungan yang ‘intim’ antara penguasa dan kaum akademisi dalam menangani berbagai proyek yang diberikan penguasa.

Kondisi itu,  menurut  Said,  telah melecehkan peranan kaum intelektual. Tugas suci sebagai pembela kebenaran yang tidak berpihak kepada pemerintah tampaknya gagal ketika berhadapan dengan kepentingan pemerintah yang selalu dilandasi semangat penaklukan dan penjarahan. Keadaan tersebut telah menihilkan peran intelektual secara individu untuk mempertanyakan dan menentang kebijakan perang yang dilakukan oleh kaum intelektual selama ratusan tahun silam.

Menurut Said, peranan intelektual telah menurun drastis. Hal ini, kata dia, disebabkan adanya relasi kuasa, meminjam istilah Foucault, yang membelenggu kaum intelektual. Bahkan Said sendiri mengecam kebiasaan kaum intelektual yang mengetahui sebuah kebenaran tapi memilih “diam” bahkan memilih untuk menjadi seseorang yang tidak terlalu politis karena khawatir akan muncul kontroversi sehingga akan menyulitkan kariernya. Intelektual yang selalu ingin dipuji karena menginginkan sosok yang seimbang, obyektif, moderat tapi dengan cara menjilat kekuasaan adalah intelektual profesional yang memandang perannya sebagai suatu mata pencarian.

Pandangan Edward Said mengenai peran intelektual di atas tampaknya amat dipengaruhi oleh pandangan Antonio Gramsci. Di dalam bukunya Selections From Prison Notebooks (1978), Gramsci mengatakan ‘semua orang adalah intelektual, tapi tidak semua orang memiliki fungsi intelektual’. Gramsci mengelompokkan dua jenis intelektual. Pertama, intelektual tradisional semacam guru, ulama, dan para administrator. Kelompok pertama ini menurut Gramsci dari generasi ke generasi selalu melakukan hal yang sama. Kedua, intelektual organik, yaitu kalangan profesional. 

Batasan yang diberikan Gramsci ini lebih disukai Said karena lebih dekat dengan realitas daripada konsepsi yang ditawarkan oleh Julian Benda (1867-1956).  Dalam karyanya yang mashyur, La Trahison des Clercs (Pengkhianatan Kaum Cendekiawan) Benda menggambarkan cendekiawan dalam sosok ideal, yaitu semua orang yang kegiatan utamanya bukanlah mengejar tujuan-tujuan praktis, tetapi yang mencari kegembiraan dalam mengolah seni, ilmu atau renungan metafisik. Mereka adalah para ilmuwan, filsuf, seniman dan ahli metafisika. Dia menyebut beberapa contoh cendekiawan sejati, antara lain Thomas Aquinas, Roger Bacon, Galileo, Descartes, Pascal, Leibniz, Kepler, Newton, Voltaire, Montesquieu, selain Yesus Kristus tentu saja.

Kritik Said terhadap konsepsi yang disodorkan Benda, karena cendekiawan terkemuka Prancis itu menggambarkan intelektual dalam sosok yang sangat ideal, bias gender dan terlalu Barat. Sebab, contoh yang diberi Benda semuanya laki-laki dan semuanya dari Barat kecuali Yesus yang  asal Palestina, seperti Said.

Menurut Said, tujuan intelektual adalah meningkatkan kebebasan dan pengetahuan manusia. Dia misalnya menyatakan, seorang intelektual tidaklah berada di menara gading. Sebaliknya, mereka terlibat langsung dalam soal-soal kemasyarakatan. Ia harus selalu sadar akan tugasnya untuk tidak membiarkan kebenaran diselewengkan atau menerima satu ide yang dapat menguasai seluruh kehidupan. Dalam hal ini seorang intelektual berperan sebagai benteng akal sehat yang kritis terhadap kekuasaan. Said mencela kaum cendekia yang suka bersolek dan memilih diam demi kehati-hatian. *

SI
Author: SI

Yayasan Kajian Kemanusiaan dan Demokrasi

Post Views: 604

Continue Reading

Previous: Demokrasi dan Rezim Hukum Prosedural
Next: Memudarnya Intelektualisme?

ARTIKEL LAIN

ORGANISASI MASYARAKAT DAN PERAN  KONTROL SOSIAL
  • FOKUS

ORGANISASI MASYARAKAT DAN PERAN  KONTROL SOSIAL

29 Juni 2025
Penegak Hukum Lemah, Premanisme di mana-mana
  • FOKUS

Penegak Hukum Lemah, Premanisme di mana-mana

29 Juni 2025
PEMULUNG ANAK-ANAK DAN AKSI INDONESIA GELAP
  • FOKUS

PEMULUNG ANAK-ANAK DAN AKSI INDONESIA GELAP

10 April 2025

JANGAN LEWATKAN

Masihkah Kemerdekaan Milik Rakyat
  • OPINI

Masihkah Kemerdekaan Milik Rakyat

6 September 2025
ORGANISASI MASYARAKAT DAN PERAN  KONTROL SOSIAL
  • FOKUS

ORGANISASI MASYARAKAT DAN PERAN  KONTROL SOSIAL

29 Juni 2025
Penegak Hukum Lemah, Premanisme di mana-mana
  • FOKUS

Penegak Hukum Lemah, Premanisme di mana-mana

29 Juni 2025
Politik Jatah Preman dan Relasi Kuasa Negara
  • BUKU

Politik Jatah Preman dan Relasi Kuasa Negara

25 Juni 2025
Copyright © SALAKANAGARA INSTITUTE