
Oleh: Dodi Nandika Guru Besar Ilmu Serangga University of IPB
Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap tanah yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang gaib, tentulah mereka tidak akan tetap dalam siksa yang menghinakan. (Q. 34: 14).
Ayat di atas mengungkapkan bahwa rayaplah yang secara tidak langsung memberitahu manusia bahwa saat meninggal dunia, tubuh Nabi Sulaiman a.s. berada dalam posisi berdiri dengan ditopang oleh tongkatnya yang terbuat dari kayu. Saat itu, orang-orang di sekitar Nabi Sulaiman a.s. tidak mengetahui kematian beliau, sampai kemudian tubuhnya tersungkur karena tongkat penyangganya digerogoti rayap. Memang, rayap adalah serangga pemakan selulosa, zat pembentuk kayu.
Rayap merupakan serangga primitif pemakan selulosa, yang telah hadir di muka bumi sekitar 250 juta tahun yang lalu. Jauh lebih awal daripada kehadiran manusia di muka bumi, yang diperkirakan baru satu juta tahun yang silam. Jadi, wajarlah dalam masa hidup Nabi Sulaiman a.s., rayap telah berkiprah. Mengonsumsi berbagai bahan berselulosa, termasuk tongkat kayu Nabi Sulaiman a.s.
Ayat di atas juga mengajari manusia bahwa rayap memiliki fitrah untuk mendegradasi bahan-bahan organik, termasuk kayu. Rayap, menurut pemahaman saya, diberikan oleh Yang Maha Kuasa suatu misi untuk mendaur ulang bahan organik menjadi mineral kembali. Dengan pemahaman seperti itu, sesungguhnya rayap tidak boleh dipandang semata-mata sebagai musuh.
Pada dasarnya rayap seharusnya dipandang sebagai pengurai (decomposer) yang berperan penting dalam mengendalikan kesuburan tanah, dan menghancurkan sampah di muka bumi. Bayangkan, jika di dunia tidak ada rayap. Sampah, cabang, ranting, dan tunggak-tunggak pohon, berpuluh-puluh tahun mungkin akan bertumpuk mengganggu ekosistem. Tetapi, alhamdulillah, dengan keberadaan rayap tersebut, tunggak-tunggak, ranting, batang, dan daun-daun yang jatuh di lantai hutan, serta sampah yang berhamparan di permukaan tanahdirombak menjadi mineral kembali.
Subhanallah, rayap pun ternyata bisa menjadi rahmat bagi alam. Oleh karena itu, manusia yang memang “diciptakan sebangai sebaik-baik makhluk” (Q. 95: 4), selayaknya juga menjadi rahmat bagi semesta alam.


