Skip to content
SALAKANAGARA INSTITUTE

SALAKANAGARA INSTITUTE

Yayasan Kajian Kemanusiaan dan Demokrasi

Primary Menu
  • BERANDA
  • TENTANG KAMI
    • PROFIL SALAKANAGARA INSTITUTE
    • PENGURUS SALAKANAGARA INSTITUTE
    • PENGELOLA WEBSITE
  • OASE
  • OPINI
  • FOKUS BANTEN
  • INFO SI
  • NEWSLETTER SI
    • EDISI 1
    • EDISI 2
  • FOKUS
  • INSIGHT
  • Home
  • INFO SI
  • Seputar Teka-teki Kerajaan  Salakanagara
  • INFO SI

Seputar Teka-teki Kerajaan  Salakanagara

SI 18 November 2023

Dikisahkan, Maharesi Jayasingawarman dari negeri Calankayana. Demi menghindari serangan musuh, sang Maharesi dan para pengikutnya mengungsi ke pulau-pulau di sebelah selatan, sebelum akhirnya  tiba di Pulau Jawa, dan menetap di sebelah barat Citarum. Taruma-desya, demikian mereka menamakan pemukiman mereka yang baru itu. Waktu itu, desa kecil yang dari tahun ke tahun menjadi besar karena didatangi banyak penduduk dari desa-desa lain itu merupakan bagian dari wilayah kekuasaan Prabu Dewawarman VIII.

Ringkas cerita, pedukuhan itu belasan tahun kemudian menjadi negara. Jayasingawarman terus memperluas wilayah kekuasaannya sampai kemudian menjadi kerajaan yang diberi nama Tarumanegara. Ia berkuasa dari tahun 358-382 M. Adapun kerajaan dari Dewawarman VIII bukan bertambah luas, tapi malah lenyap setelah dipegang putranya, Dewawarman IX, dan kemudian menjadi bagian dari wilayah Kerajaan Tarumanegara.

Siapakah Dewawarman VIII? Bukankah Tarumanegara adalah kerajaan tertua di Jawa? Dialah raja Salakanagara yang paling jaya, yang kerajaannya berpusat di Pulau Panaitan, di ujung barat Pulau Jawa. Salakanagara, artinya ‘negeri perak”, memang baru menjadi “catatan kaki” dalam tulisan sejarah Indonesia.   

Pada mulanya adalah berita Cina tahun 132 M,  yang  menyebutkan bahwa Raja Pien dari Kerajaan Ye-Tiao meminjamkan materai mas dan pita ungu kerajaannya kepada Maharaja Tiao-pien. Menurut G. Ferrand, ahli sejarah Prancis, Ye-Tiao adalah nama yang diberikan orang Cina untuk menyebut Yawadwipa. Sedangkan Tiao-pien adalah lafal Cina dari nama Sanskerta Dewawarman. Ia menyimpulkan bahwa di Pulau Panaitan, kira-kira tahun 130 M, pernah berdiri sebuah kerajaan bernama Salakanagara yang beribu kota Rajatapura, dengan rajanya bernama Dewawarman. Daerah kekuasaannya meliputi Jawa Kulwan (Barat)  bagian barat dan semua pulau di sebelah barat Nusa Jawa. Laut di antara Pulau Jawa dan Sumatera masuk pula dalam wilayahnya. Dengan kekuasaan meliputi seluruh Selat Sunda, Dewawarman digelari Aji Raksa Gapurasagara alias Raja Penguasa Gerbang Lautan.

Kisah tentang Dewawarman dan Kerajaan Salakanagara yang berasal dari sumber asing Cina itu, kemudian dikuatkan dengan sumber yang memperoleh kisah dari naskah tradisional karya “Panitia Wangsakerta” yang kontroversial itu. Disebutkan bahwa Dewawarman dan rombongannya dari negeri Bharata (India) menjejakkan kaki mereka di dukuh pesisir Jawa Kulwan. Mereka pun kemudian bersahabat dengan penghulu dan warga setempat. Penghulu atau penguasa di daerah pesisir Jawa Kulwan itu bernama Aki Tirem, yang kemudian menikahkan putrinya dengan pemimpin rombongan dari India tadi.  Begitu pula dengan para pengikutnya, mereka menikah dengan perempuan pribumi. Dewawarman dan pasukannya tidak kembali ke negerinya (Pallawa).  Setelah Aki Tirem mangkat, Dewawarman meneruskan kekuasaan Aki Tirem. Dari sinilah kemudian ia mendirikan kerajaan yang diberi nama Salakanagara. Kerajaannya kemudian diteruskan oleh keturunannya, sampai akhirnya lenyap di bawah keturunan yang ke-9.

Menurut Nina Herlina Lubis, guru besar sejarah  dari Universitas Padjadjaran, Bandung, sumber tradisional yang mengisahkan Kerajaan Salakanagara harus dikolaborasikan dengan sumber-sumber arkeologis. Oleh karena itu, penelitian arkeologis masih diperlukan untuk membuktikan kebenaran tentang kerajaan ini. Kata dia, sebuah penelitian pendahuluan memang telah dibuat oleh Balai Arkeologi Bandung pada tahun 2002, tetapi hasilnya belum dapat menunjukkan bukti kuat akan keberadaan Kerajaan Salakanagara. Tokoh pendiri Provinsi Banten Tryana Sjam’un (TS) dalam sambutannya untuk buku Sejarah Banten dari Masa Nirleka Hingga Akhir Masa Kejayaan Kesultanan Banten, mengatakan: “…. masih harus dicari bukti-bukti sejarah lainnya, agar adanya Kerajaan Salakangara menjadi fakta yang keras dan dapat diakui secara ilmiah.” Mungkin bukan tanpa sengaja TS  menamakan kediamannya di Cadasari, Pandeglang, dengan nama “Puri Salakanagara”.  Dan nama ini pula yang digunakan untuk lembaga kajian sosial yang didirikan TS bersama sejumlah intelektual muda Banten—Salakanagara Institute.

 Meski begitu, tak kurang dari arkeolog Prof. Ayatrohaedi dari Universitas Indonesia dan sejarawan Prof. Edi S. Ekadjati dari Universitas Padjadjaran yang meyakini bahwa Salakanagara memang pernah ada di pesisir barat Pandeglang, Banten, dan merupakan kerajaan tertua di Nusantara. [ASS] ***

Sumber: Nina H. Lubis, Banten dalam Pergumulan Sejarah, Sultan, Ulama, Jawara (2003); Yoseph Iskandar, dkk., Sejarah Banten dari Masa Nirleka Hingga Akhir Masa Kejayaan Kesultanan Banten  (2001).

SI
Author: SI

Yayasan Kajian Kemanusiaan dan Demokrasi

Post Views: 220

Continue Reading

Previous: Profil Ketua Salakanagara Institute
Next: Salam Redaksi

ARTIKEL LAIN

SILATURAHMI  “BANTEN KUDU MAJU”
  • INFO SI

SILATURAHMI  “BANTEN KUDU MAJU”

18 Juni 2025
Mencari Solusi untuk Krakatau Steel
  • INFO SI

Mencari Solusi untuk Krakatau Steel

10 April 2025
Silaturahmi Menutup Tahun
  • INFO SI

Silaturahmi Menutup Tahun

13 Januari 2025

JANGAN LEWATKAN

Masihkah Kemerdekaan Milik Rakyat
  • OPINI

Masihkah Kemerdekaan Milik Rakyat

6 September 2025
ORGANISASI MASYARAKAT DAN PERAN  KONTROL SOSIAL
  • FOKUS

ORGANISASI MASYARAKAT DAN PERAN  KONTROL SOSIAL

29 Juni 2025
Penegak Hukum Lemah, Premanisme di mana-mana
  • FOKUS

Penegak Hukum Lemah, Premanisme di mana-mana

29 Juni 2025
Politik Jatah Preman dan Relasi Kuasa Negara
  • BUKU

Politik Jatah Preman dan Relasi Kuasa Negara

25 Juni 2025
Copyright © SALAKANAGARA INSTITUTE