
Premanisme adalah tindakan seseorang atau kelompok orang yang menggunakan kekerasan atau intimidasi untuk mendapatkan keuntungan finansial dari orang yang diintimidasi. Premanisme walaupun secara umum lebih menunjukkan kepada tindakan kekerasan atau intimidasi yang dilakukan oleh seorang preman atau kelompok preman, secara lebih luas dapat kita maknai sebagai tindakan penyalahgunaan kedudukan oleh seseorang atau suatu kelompok yang secara faktual memiliki “otoritas’ untuk mempengaruhi dan memberikan tekanan kepada pihak lain dengan motif ekonomi dan/atau nonekonomi.
Dalam konteks tindakan penyalahgunaan kedudukan seseorang atau kelompok untuk memberikan pengaruh dan tekanan kepada pihak lain dengan motif ekonomi masih banyak kita temui dalam berbagai aktivitas ekonomi, baik yang terkait urusan dalam negeri maupun dalam keterkaitannya dengan pihak asing, seperti rencana dan realisasi penanaman modal asing di Indonesia.
Orang-orang yang secara faktual memiliki ‘otoritas’ untuk mempengaruhi dan memberikan tekanan tersebut kepada investor atau pemodal yang ingin berinvestasi, seperti ketika dalam proses pengurusan perijinan investasi atau saat akan mulai merealisasikan persetujuan investasi yang telah diperoleh atau ketika aktivitas bisnis dijalankan setelah realisasi investasi terlaksana cukup banyak kita temukan. Hal ini tidak saja akan memberikan iklim berinvestasi yang tidak/kurang kondusif, tetapi mencerminkan adanya ‘bobrok’ moralitas dari pelaku pemberi tekanan tersebut yang ingin mendapatkan keuntungan finansial dari ‘otoritas’ yang dimilikinya. Lebih jauh dari itu, ketika hal ini cukup umum kita temukan maka hal ini menggambarkan adanya ‘kerusakan moral’ yang lebih luas, kemungkinan terjadinya kepemimpinan yang tidak lagi meneladani tetapi justru mengambil keuntungan dari ‘otoritas yang dimilikinya’ serta lemahnya penegakan hukum terhadap setiap pelanggaran yang terjadi. Tidak tertutup kemungkinan bahkan hukum bukan lagi menjadi sarana penegakan hukum yang benar dan berkeadilan tetapi hukum berubah menjadi sarana untuk memperkuat dan memberikan ‘legitimasi’ atas penyalahgunaan ‘otoritas’ tersebut.
Premanisme dalam konteks ekonomi dapat memberikan dampak yang buruk bagi iklim investasi dan pelaku bisnis serta citra hukum dan citra negara, khususnya karena akan menghambat investasi, pertumbuhan ekonomi, perluasan kesempatan kerja dan penumbuhan citra positif suatu negara atau suatu wilayah; ekonomi biaya tinggi; ketidakpastian yang mengurangi kepercayaan untuk berinvestasi atau berbisnis dari pelaku bisnis, bahkan dapat menimbulkan gangguan keamanan dan tindak kekerasan.
Penghambat Investasi
Target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan pemerintah sebesar 5,2% tahun 2025, 7,7% tahun 2028 dan 8,0% tahun 2029 untuk pencapaianya sangat ditentukan oleh tiga hal pokok, yaitu adanya realisasi investasi yang besar dan berkualitas (produktif) pada sektor-sektor strategis, terus tumbuh dan makin kuatnya daya beli rakyat serta berjalannya pemerintahan yang stabil, dipercaya serta pro ekonomi dan prorakyat. Untuk tahun 2025, target pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2% dikhawatirkan sulit dicapai mengingat pertumbuhan ekonomi kuartai I/2025 hanya 4,87% dan merupakan terendah sejak kuartal III/2021 sebagai akibat melemahnya daya beli rakyat untuk mendukung konsumsi rumah tangga yang selama ini berkontribusi sebesar 54,9% dari Produk Domestik Bruto serta kinerja investasi yang melambat, selain dampak dari ketidakpastian ekonomi dan politik global. Dengan demikian target pertumbuhan ekonomi sebesar 7,7% dan 8,0 % pada tahun 2028 dan 2029 menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Prabowo. .
Premanisme sebagai salah satu penghambat berinvestasi dan merusak citra hukum dan citra negara karenanya patut tidak dibiarkan, apalagi bila membuat premanisme makin luas, makin kuat dan makin marak.
Adanya dugaan intimidasi dan pemalakan kepada investor PT China Chengda Engineering di Cilegon, Banten, yang diduga dilakukan oleh Ketua Kadin Cilegon dan dua anggota lainnya yang berujung Polda Banten menetapkan ketiganya sebagai tersangka (Tempo.co, 19 Mei 2025) dapat menjadi sebuah peringatan dan sinyal kuat bahwa penyalahgunaan ‘otoritas’ oleh pemegang ‘otoritas’ masih banyak terjadi di berbagai tempat dan instansi. Oleh sebab itu tegaknya hukum yang benar, berkeadilan dan imparsial menjadi sangat penting untuk menjadikan hukum tegak secara benar dan berkeadilan serta mampu mencegah orang-orang atau pemegang otoritas untuk melakukan penyimpangan atau menyalahgunakan atas ‘otoritas’ yang diamanahkan kepadanya.
Ketika hukum tidak lagi ditegakkan secara benar, berkeadilan dan imparsial, baik sebagai akibat lemahnya moral dan/atau keberanian para penegak hukum atau karena para penegak hukum berada dalam ‘kendali’ orang-orang atau kelompok ‘the men over the law’ atau para penegak hukum tersebut menjadi bagian dari ‘the men over the law’ tersebut atau karena para penegak hukum memiliki riwayat cacat moral yang dapat dimanfaatkan ‘the men over the law’, maka sulit bagi kita untuk berharap hukum akan dapat ditegakkan secara benar, berkeadilan, dan imparsial. Ketika ini terus terjadi maka premanisme dalam berbagai bentuk dan modus serta di berbagai tempat akan tumbuh subur dan makin luas dampak negatif yang ditimbulkannya.
Kita berharap kepada pemerintahan Prabowo yang telah mencanangkan target pertumbuhan ekonomi sangat tinggi untuk tahun 2028 dan 2029 agar benar-benar mampu mendorong terwujudnya realisasi investasi dalam negeri maupun investasi asing dalam jumlah yang tinggi, berkualitas dan mampu menciptakan kesempatan kerja dan bersamaan dengan itu terbangun daya beli rakyat yang makin luas dan makin kuat sebagai kontributor terpenting (54,9%) pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Setiap penghambat terwujudnya hal tersebut, termasuk praktik-praktik ‘premanisme’ di berbagai tempat, di berbagai instansi, dan oleh berbagai orang atau kelompok orang yang memiliki ‘otoritas’, patut untuk segera dihentikan dan dibersihkan secara mendasar dan menyeluruh.
Penghentian dan pembersihan premanisme tidak hanya berdasarkan pendekatan hukum tetapi banyak pula ditentukan oleh hadirnya kepemimpinan yang berkualitas pada setiap level di instansi, di lingkungan masyarakat dan bahkan sangat ditentukan oleh kualitas kepemimpinan nasional dan pimpinan daerah, eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Menjadi bersih akan mampu untuk membersihkan. Sebaliknya, menjadi kotor akan menjadi bagian yang mengotori. Oleh sebab itu, kita berharap dari waktu ke waktu bangsa kita terdiri dari orang-orang yang menjadi bersih dan karenanya menjadi bagian penting dalam proses membersihkan semua yang kotor yang ada dan terjadi selama ini.