Topik tentang angka kemiskinan di Indonesia kembali mencuat setelah Bank Dunia memperbarui laporannya mengenai garis kemiskinan internasional awal Juni ini. Dalam laporan bertajuk “June 2025 Update to the Poverty and Inequality Platform“, Bank Dunia menyebut angka kemiskinan di Indonesia mencapai 68,25% atau setara dengan 194,58 juta jiwa – pada 2024 jumlah penduduk Indonesia 285,1 juta jiwa. Jumlah tersebut meningkat drastis dibanding data dalam laporan Macro Poverty Outlook Bank Dunia pada awal April 2025. Laporan itu menyebutkan sebanyak 60,3% penduduk Indonesia atau setara dengan 171,8 juta jiwa hidup di bawah garis kemiskinan. Ini menempatkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk miskin kedua tertinggi di dunia, hanya di bawah Zimbabwe yang mencatat 84,2%.
Jika pada April 2025 Bank Dunia menggunakan hitungan purchasing power parity (PPP) 2017, dalam laporan terbarunya lembaga yang bermarkas di Washington, D.C., Amerika Derikat itu mengadopsi penghitungan PPP 2021. PPP atau paritas daya beli adalah metode konversi untuk membandingkan daya beli mata uang antarnegara. Nilai tukar PPP berbeda dengan kurs pasar yang didasarkan pada permintaan-penawaran uang. Dengan patokan PPP 2021, garis kemiskinan negara berpendapatan menengah ke bawah naik dari US$3,65 menjadi US$4,20 per kapita per hari. Adapun garis kemiskinan negara berpendapatan menengah ke atas merangkak dari US$6,85 menjadi US$8,30 per kapita per hari. Sebagai negara berpendapatan menengah ke atas sejak 2023, Indonesia turut mendapatkan garis kemiskinan US$8,30 per kapita per hari.
Angka kemiskinan hasil hitungan Bank Dunia itu tentu saja mengejutkan. Sebab perbedaan angkanya sangat besar dibandingkan dengan data resmi dari Badan Pusat Statistik (BPS).Menurut BPS tingkat kemiskinan Indonesia per September 2024 adalah 8,57% atau sekitar 24,06 juta jiwa. lembaga pemerintah ini mengukur kemiskinan di Indonesia dengan pendekatan kebutuhan dasar atau cost of bsic needs (CBN). Jumlah rupiah minimum yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar ini dinyatakan dalam garis kemiskinan. Pada September 2024, garis kemiskinan nasional per kapita tercatat Rp595.242 per bulan.
Lonjakan angka kemiskinan Indonesia versi Bank Dunia itu tidak syak lagi berseberangan dengan narasi resmi pemerintah tentang penurunan angka kemiskinan. Dengan ambang batas baru dari Bank Dunia itu, akan makin banyak rakyat yang secara faktual teridentifikasi hidup dalam kemiskinan ekstrem, meskipun mereka dikategorikan “tidak miskin” dalam ukuran nasional. Jumlahnya diperkirakan lebih dari 30 juta jiwa. Selama ini, klaim sukses penanganan kemiskinan didasarkan pada standar perhitungan BPS.
Berikut adalah angka dan persentase penurunan kemiskinan di Indonesia dalam 5 tahun terakhir berdasarkan data BPS. Pada2019 jumlah penduduk miskin tercatat 24,78 juta orang (9,22%). Meski sempat naik pada 2020 (7,55 juta orang atau 10,19%), pada tahun 2021 turun menjadi 26,50 juta orang (9,71%); 2022: 26,36 juta orang (9,57%); 2023: 25,90 juta orang (9,36%) dan pada 2024 turun lagi menjadi 25,22 juta orang (9,03%).
Perbedaan dasar perhitungan yang digunakan Bank Dunia dan BPS tentu akan membuat hasil perhitungan yang berbeda pula. Dan dalam soal garis kemiskinan perbedaan angka itu teramat besar. Pertanyaannya, perhitungan manakah yang paling akurat untuk memotret kemiskinan di negeri yang sudah delapan dasawarsa merdeka ini?


